Penelitian terbaru mengungkapkan, berenang bersama lumba-lumba diyakini mampu menstimulus perkembangan otak bagi penyandang autisme pada anak. Wajar saja, jika Dolphin Assisted Therapy (DAT) begitu populer di Inggris. Para terapis di seluruh dunia percaya, tehnik ini 4 kali lebih efektif dibandingkan terapi lainnya.
Tim Edukasi Taman Safari Indonesia II menghibur adek -adek di hotel Santika Surabaya |
Fakta ini diungkap dalam acara bertajuk ‘Ngabuburit Mom and Kids’ kamis lalu (24/6) yang diselenggarakan di Santika Premier Gubeng Surabaya. Hadir dalam talkshow ini, Psikolog anak, Astria Ratnawati, S.Psi dan Ketua Yayasan Advokasi Sadar Autisme Surabaya, Oky Mia Oktaviani. Selain 2 pembicara ini, ada pula SPV Edukasi Taman Safari Indonesia II Prigen, Eko Windarto yang secara gamblang menjelaskan tehnik-tehnik terapi bagi penderita autis melalui program Swimming with Dolphin.
Autisme memang masih menjadi misteri di dunia kedokteran. Namun, gejala awal sindrom autis dapat dikenali secara dini. “Gejala paling umum adalah jika anak susah untuk diajak berkonsentrasi dan berkomunikasi. Tindakannya cenderung mengulang, sangat suka menyendiri bahkan suka berjalan menjinjit,” papar Astria Ratnawati, S.Psi.
Menurutnya, penyandang autis juga sering melakukan hal-hal di luar kewajaran seperti keterlambatan bicara, susah melakukan kontak mata dengan lawan bicara hingga kebiasaanya yang suka mensejajarkan benda atau mainan apapun disekitarnya.
“Individu autisme mengalami respon spektrum pada indra mereka, dimana mereka sangat susah membedakan frekuensi suara disekitarnya yang menyebabkan mereka dapat mendengar banyak sumber suara namun berbentuk dengungan yang sangat membuat mereka tidak nyaman,” lanjut Astria.
Sementara itu, Oky Mia Oktaviani menjelaskan pentingnya peran orang tua dalam membantu sindrom autis ini pada anak-anaknya. Menurutnya, para ibu harus secara konstan memberi kasih sayang ekstra untuk membantunya memahami siapa diri mereka. Terapi khusus juga bisa diberikan pada anak untuk meringankan sindrom ini.
Swimming With Dolphin
Eko Wondarto (SPV Edukasi TSI 2) memberi presentasi tentang Swimming With Dolphin |
Di Amerika Serikat, penyembuhan menggunakan lumba-lumba untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, sudah tidak asing lagi. Dr. Erwin Kusuma SpKJ, dari Klinik Prorevital, Jakarta mengatakan sejak tahun 1978, metode penyembuhan dengan lumba-lumba sudah dikembangkan DR. David Nathanson, Ph.D, setelah mempelajari lumba-lumba lebih dari 30 tahun.
Bahkan, penelitian Vilchis Quiroz dari Medical Director Aragon Aquarium, Mexico City, Meksiko seperti yang dikutip Harian Kompas menyebutkan, ketika berinteraksi dengan lumba-lumba, hormon endorfin pada manusia meningkat. ini membuat terbentuknya keseimbangan antara otak kiri dan kanan. Gelombang ultrasonik, hasil stimulasi suara-suara atau sonar yang dikeluarkan lumba-lumba, mampu diterima dengan sempurna oleh manusia.
Menyadari betul betapa pentingnya Lumba-lumba bagi kesehatan manusia, Taman Safari Indonesia II memiliki program khusus ‘Swimming With Dolphin’. Program ini merupakan program satu-satunya di Jawa Timur.
“Ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum benar-benar berenang bersama Lumba-lumba di Taman Safari Indonesia II,” ungkap Eko Windarto. Tahap pertama lanjut Eko, sang lumba – lumba akan berkenalan lebih dahulu dengan individu dengan menaikkan tubuhnya ke pinggir kolam dan mulai menunjukkan dirinya. Tahap kedua sang lumba – lumba akan melakukan pendekatan dengan menggunakan moncongnya didalam air dan mendekatkannya pada telapak tangan individu yang sedang diterapi.
Dan terakhir, lumba – lumba sudah bisa bisa memulai interaksi dengan individu yang dilanjutkan dengan adanya rasa percaya pada keduanya dan membuat hubungan lebih dekat dan mereka dapat bermain bersama.
”Dalam terapi ini individu akan diajarkan cara berkonsentrasi dan diberikan rangsangan suara sonar bioakustik yang dihasilkan oleh lumba – lumba. Secara berangsur, individu autisme merasakan ketenangan emosional pada diri mereka dan mulai fokus pada satu hal,” imbuhnya.
Eko menambahkan, umumnya untuk mengetahui perkembangan dari terapi ini adalah setelah 3 – 6 kali kunjungan. “Peran orang tua sangat penting di sini, selain harus selalu mendampingi, membiasakan berkomunikasi di rumah dan selalu mengajaknya ngobrol secara intents sangat membantu perkembangan sindrom autis pada anak,” kata Eko Menghakhiri presentasinya. (*)
Mohon info ttg terapi ini.
ReplyDelete