Saturday, May 23, 2015

Mengeksplorasi Sisi Lain Taman Safari Indonesia II (Media Gathering)

Peserta Media Gathering mengambil
 gambar di Dapur Ramsum
Satwa Taman Safari Indonesia II
Dua orang pemburu dengan liarnya menghampiri seekor gajah Sumatera. Satu diantaranya bahkan melepaskan tembakan. Peluru pun menembus kaki gajah. Beruntung para jaga wana segera datang menghampiri untuk menolong sang gajah. Sayangnya, gajah terlanjur tertembak. Pertolongan medis pun datang. Dengan kaki terpincang-pincang, gajah ini akhirnya bisa berdiri dan kembali pulang.
Adengan ini hanyalah skenario pendek yang diperankan gajah-gajah Taman safari Indonesia II dan para keeper dalam sebuah pertunjukkan gajah yang dihelat persis di depan restoran Gading Taman safari Indonesia II Prigen. Akting gajah yang cukup menyakinkan itu kontan membuat puluhan wartawan tertawa lebar. Suasana makan pagi para awak media kian riauh saat melihat tingkah lucu gajah-gajah dalam drama tersebut.
Suasana ini memang sengaja dihadirkan Taman Safari Indonesia II dalam acara ‘Media Gathering’ bersama puluhan jurnalis di restoran Gading sabtu lalu (23/5). Para jurnalis ini benar-benar merasakan pengalaman yang berbeda.
Peserta Media Gathering mengambil gambar
 Gading Gajah yang TSI II siapkan untuk edukasi
“Jarang-jarang bisa makan pagi ditemani pertunjukan yang unik seperti ini,” ungkap salah satu jurnalis sebuah Koran nasional bersemangat. Menurutnya, muatan edukasi begitu kental dalam pertunjukan pagi itu. Apalagi lanjut dia, banyak di antara pengujung yang hadir merupakan anak-anak.
General Manager Taman Safari Indonesia II, I Ketut Gunarta yang turut mendampingi makan pagi para jurnalis mengungkapkan, inilah sisi edukasi yang selalu ditawarkan Taman Safari Indonesia II untuk pengujungnya. “Berekreasi sambil belajar mengenal satwa-satwa di sekitarnya akan menumbuhkan sikap mencintai dan peduli terhadap kelestarian alam,” ujar Gunarta.
Media Gathering yang melibatkan tak kurang dari 20 media lokal dan nasional itupun dilanjutkan mengujungi beberapa lokasi vital yang tidak terbuka untuk umum. Ya, dalam acara ini, para jurnalis berkesempatan mengunjungi rumah sakit satwa, Kandang Pemulihbiakan Sapi Bali, pusat pengolahan limbah satwa menjadi kompos dan biogas hingga bertemu dengan chef-chef ramah yang setiap hari bertugas mengurusi pakan satwa dan kebutuhan nutrisinya.
“Ini adalah bagian yang penting di Taman Safari Indonesia II. Area ini memang tidak terbuka bagi umum tapi untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tempat ini sering digunakan sebagai tempat studi lapangan beberapa perguruan tinggi dan sekolah-sekolah di Jawa Timur,” lanjut Gunarta.
Pernyataan orang nomor satu di Taman safari Indonesia II ini memang tidak berlebihan. Sebab, saat para jurnalis mengujungi pusat rehabilitasi gajah Sumatera, secara kebetulan rombongan mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya sedang mengikuti kuliah lapang tentang gajah.
Dr. Ivan selaku Kurator Wildlife TSI II
menjelaskan tentang konservasi satwa
yang dilakukan oleh TSI II Prigen
Para jurnalis juga nampak sangat antusias saat mengujungi kandang pemulihbiakan sapi Bali. Di kadang ini, selain terdapat pusat pengelolaan kotoran satwa menjadi kompos dan biogas, jurnalis secara detail juga dijelaskan tentang program pegembangbiakan sapi unggul yang diberi nama Jaliteng (Jawa Bali dan Banteng). Sapi-sapi hasil perkawinan silang antara sapi Jawa, bali dan Banteng ini memang masih tahap penelitian. Program ini merupakan kerjasama antara Taman safari Indonesia II dengan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang.
Yang juga tak luput dari perhatian para awak media adalah ketatnya pemilihan dan proses pembuatan pakan satwa di dapur Taman Safari Indonesia II atau dikenal dengan Ransum. Di area ini stok makanan buah-buah segar hingga pakan alami mulai rumput dan makanan pendamping lain benar-benar diproses layaknya makanan manusia “Pepaya-pepaya segar ini untuk satwa pak? Segar-segar sekali, saya pikir ini untuk dikonsumsi sendiri,” celetuk salah satu wartawan.
Sesi foto bersama Peserta Media Gathering
dan Manajemen TSI II Prigen di Tiger Cave Restaurant 
Salah seorang petugas dapur satwa mengungkapkan, kualitas makanan satwa memang sangat diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi satwa. Karena itu lanjut dia,buah segar dan daging selalu diseleksi secara ketat.
“Kami takut kalau satwa-satwa ini sakit. Biaya akan jauh lebih besar saat mereka (satwa-satwa) harus dirawat di rumah sakit satwa. Kami tidak ingin itu terjadi. Bahkan, untuk mengantisipasi penyakit yang bisa saja datang sewaktu-waktu, setiap 3-4 bulan setiap satwa kita suntikkan obat cacing,” ungkap dokter hewan senior Taman safari Indonesia II, Dr Ivan pada para wartawan. Kalaupun harus dirawat di rumah sakit lanjut Dr Ivan, sebagian besar kasusnya adalah karena perkelahian antar satwa. Bukan karena penyakit tertentu yang diakibatkan oleh virus atau bakteri.
Jelang sore, wartawan kembali dijamu di tiger cave restaurant. Konsep restaurant unik yang di satu sisinya terdapat kadang harimau benggala yang hanya dibatasi kaca tembus pandang ini, para wartawan mendapatkan penjelasan secara detail tentang konsep konservasi dan edukasi Taman safari Indonesia II.
“Saya berharap rekan-rekan menyebarkan informasi positif ini. Orang Jawa Timur khususnya, harus memiliki pengetahuan yang sama soal konservasi satwa dan seberapa penting apa yang telah kami lakukan di sini hingga hari ini,” imbuh Gunarta mengakhiri perjumpaannya dengan teman-teman media. (*)

No comments:

Post a Comment